Pages

Tuesday, November 11, 2014

Harapan Generasi Emas; Difabel Bisa!



Oleh : A'inatul Mardliyah

Selama ini pendidikan adalah hal yang digadang-gadang sebagai solusi untuk memajukan suatu negara. Sebuah negara akan maju jika SDM-nya berkualitas. Berbagai upaya dilakukan untuk memajukan pendidikan. Jika merujuk pada UUD’45 pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Berarti dalam hal ini tidak terkecuali bagi kaum difabel, yakni mereka yang menderita tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunadaksa, butawarna keseluruhan maupun sebagian.
Pada kenyataannya persyaratan-persyaratan yang diajukan oleh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia memberikan persyaratan agar peserta seleksi  SNMPTN bukanlah seorang difabel. Tentu saja hal ini akan mendapatkan banyak kecaman dari berbagai pihak, terutama kelompok maupun organisasi yang membela kaum difabel yang menolak persyaratan yang diberikan oleh PTN di Indonesia. Diantaranya adalah sebuah tindakan pengajuan somasi yang dilakukan oleh 35 organisasi yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Difabel kepada Mendikbud, Muhammad Nuh.
Persyaratan yang tidak memperbolehkan difabel mengikuti SNMPTN 2014 memunculkan kritik bahwa hal tersebut merupakan sebuah bentuk diskriminasi. Hal itu juga dinyatakan sebagai sebuah tindakan pelanggaran atas hak asasi manusia. Jika kita melihat pasal 1 ayat 31 UUD’45, seharusnya pendidikan juga merupakan hak bagi difabel. Namun adanya persyaratan untuk tidak memperbolehkan difabel mengikuti SNMPTN pun masih tetap ada. PTN memiliki alasan tersendiri untuk tidak memperbolehkan kaum difabel mengikuti SNMPTN. Keterbatasan memang terkadang menghalangi seseorang untuk menjalani aktivitasnya dengan baik termasuk belajar, dalam hal ini masuk ke jenjang perkuliahan. beberapa hal dipandang tidak bisa dilakukan oleh difabel. Jadi ada sekitar 70 persen jurusan yang menutup kesempatan belajar bagi kaum difabel.
Jika hal ini masih terus berlanjut, maka kaum difabel akan semakin kehilangan kesempatan mereka untuk membuktikan dirinya. Tapi disisi lain kita juga tidak bisa menyalahkan PTN, karena memang mereka memiliki kekhawatiran tersendiri apabila menerima kaum difabel ke jurusan-jurusan tertentu.
Upaya yang mungkin bisa dilakukan oleh Kemendikbud adalah dengan memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengembangkan dirinya. Mengingat bahwa negara ini telah memberikan kepada warganya untuk mendapatkan pendidikan. Kekhawatiran-kekhawatiran akan adanya masalah yang timbul akibat penghapusan persyaratan ini nantinya akan bisa terjawab jika kita telah berusaha mempraktikkannya. Berikan dulu mereka kesempatan untuk belajar dan membuktikan dirinya. Menunjukkan kemampuannya lewat prestasi-prestasinya.
Saat ini kaum difabel di dunia telah membuktikan dirinya. Pelukis tanpa tangan, pelari dengan satu kaki, perenang tanpa kaki, dan sebagainya. Masalah akademik, seorang bernama Ahmad Tosirin Anaessaburi seorang penyandang tunanetra yang menjadi mahasiswa di UIN Sunan Kalijaga telah membuktikan prestasinya dengan meraih IPK 3,89. Hal ini membuktikan bahwa masih banyak lagi penyandang difabel yang mempunyai keinginan kuat untuk belajar dan melanjutkan pendidikannya hingga ke jenjang perkuliahan. Manusia diciptakan dengan keunikannya masing-masing. Keterbatasan bisa menjadi pemantik semangat untuk memaksimalkan potensi lain yang dimiliki. Jangan mematahkan harapan mereka, harapan generasi emas Indonesia.

0 comments:

Post a Comment